Oleh:
Yayat Syariful Hidayat
(Anggota Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan Periode 2021-2026)
Visioner.id – Sebait kalimat dalam buku The industry of the future karya Alec Ross di tahun 2016, yang berbunyi, “Kewajiban orang-orang yang memiliki kekuasaan dan hak istimewa adalah membentuk kebijakan sedemikian rupa sehingga membuka kesempatan kepada sebanyak mungkin orang untuk berkiprah dalam industri masa depan” mencoba mengawali tulisan ini terkait apa yang sedang di ikhtiarkan oleh Pemerintah yang dalam istilah kalimat tersebut “yang memiliki kekuasaan dan hak istimewa”.
Sepanjang tahun 2020 sampai saat ini, Publik khususnya Kaum Pekerja-Buruh dihadapkan pada isi kebijakan pemerintah yang tertuang dalam UU No. 11 Tahun 2020 tentang Undang-undang Cipta Kerja yang kemudian persoalan tersebut dibawa oleh teman-teman Serikat Pekerja-Buruh berlanjut ke Mahkamah Konstitusi yang amar putusannya di No. 91/PUU-XVIII/2020 menyatakan UU tersebut Inkonstitusional Bersyarat.
Atas amar putusan tersebut pula kemudian muncul diakhir tahun 2022 Perpu No. 2 Tahun 2022 tentang Ciptaker yang baru-baru ini sudah di sah kan menjadi Undang-undang, yakni UU No. 6 tahun 2023.
Poin utama yang menjadi keresahan para aktifis serikat pekerja-buruh ini adalah diantaranya soal Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, system kerja kontrak beserta turunannya.
Apa yang diharapkan Buruh?
Harapan buruh tentu sama dengan harapan ummat manusia seluruhnya. Jika kita membaca buku Muqaddimah-nya Ibnu Khaldun yang terbit di abad ke 14 yang kemudian disarankan oleh Marc Zuckerberg sebagai buku wajib bacaan generasi digital, ada kalimat bahwa manusia membutuhkan sesuatu untuk memberinya makan dan persediaan dalam semua kondisi dan tahapan hidupnya dari sejak lahir, dewasa, dan masa tuanya bahkan hingga kematiannya, maka yang diharapkan buruh adalah keterjaminan hidupnya termasuk kelangsungan kehidupan keluarganya.
Ini sejalan dengan lanjutan tulisannya beliau yang menyatakan bahwa manusia butuh penghasilan yang didapatkan oleh seseorang melalui usaha dan tenaganya, sebagai sebuah wujud dari kerjanya.
Konteksnya adalah kemitraan, karena penghasilan atau keuntungan di dapatkan dari adanya Modal dan Tenaga, tanpa keduanya hadir bersamaan, penghasilan tidak akan didapatkan.
Perkembangan industri dan pengaruhnya terhadap Buruh ke depan
Kembali ke bukunya Alec Ross, yang “meramalkan” perkembangan Industri di masa depan, dimana perkembangan dunia digital sangat mempengaruihi dunia ketenagakerjaan termasuk didalamnya relasi hubungan kerja.
Munculnya dunia Robotic, Kodeifikasi, Big Data sampai dunia Artificial Intellegence (AI) yang hari ini semakin nampak, tentunya akan mengeliminasi peran-peran manusia.
Seperti di katakan Eric Schmidt dari Google yang memberikan pendapat bahwa masa depan pekerjaan yang sifatnya rutin akan dikerjakan oleh komputer.
Manusia hanya memiliki ruang dalam menjaga kemampuan análisis walaupun dalam konteks Artificial inteIlegence, kemampuan ini pun sedang dan terus dilakukan riset-risetnya dimana robot memiliki kecerdasan sebagaimana kecerdasannya manusia, dan ini pula yang dikhawatirkan bos Google saat ini, Sundar Pichai tentang masa depan pasar kerja berikut kemanannya.
Tidak berlebihan kalau kemudian dituliskan bahwa dimasa depan, entah manusia yang memberitahu hal-hal yang harus dilakukan oleh robot, atau robot yang akan memberitahu hal-hal yang harus dilakukan oleh manusia.
Oxford University mengembangkan system Design Thinking untuk seluruh mahasiswanya. Konsep ini penulis membayangkannya sebagai bagian untuk menjaga asa manusia dalam bersaing dengan dunia baru masa depan.
Buruh Masa Depan
Dalam beberapa kesempatan, penulis sering sampaikan baik secara Informal maupun dalam forum formal kepada teman-teman Serikat Pekerja-Buruh tentang perubahan ketenagakerjaan. Masyarakat harus siap dan secara sadar mempersiapkan dirinya dan keluarganya untuk memasuki babak baru dunia ketenagakerjaan.
Dalam laman the evolution of employee tentang masa depan pekerja (the future of work) memberikan gambaran umum tentang relasi hubungan kerja dan dunia ketenagakerjaan dimana mulai tahun 2025, generasi milenial akan mendominasi angkatan kerja yang menjadi catatan pentingnya adalah bahwa mereka memiliki pandangan yang cukup berbeda tentang pekerjaan, seperti fokus pada suistanability dan collaboracy atau kemitraan sehingga konsep struktur atasan bawahan diantaranya menjadi sangat sumir, keinginan pada waktu bekerja yang fleksibel, orientasi pada hasil kerja bukan pada proses, dan termasuk konsep pemberdayaan potensi individu masyarakat.
Hadirnya teknologi yang begitu cepat, oleh generasi ini dijadikan sebagai ‘kendaraan’ utama, ia menjadi alat untuk bekerja dimana saja (work from anywhere) dan ini akan memberikan dampak efisiensi terhadap proses bisnis.
Amerika Serikat dalam waktu dekat akan mengubah pola hubungan kerjanya, lebih dari 60 persen bisnis di Amerika berencana mempekerjakan freelancer menggantikan pekerja penuh waktu.
Bahkan, beberapa perusahaan yang basisnya teknologi digital, sudah mulai melakukannya. Beberapa pengamat menyebutnya sebuah keanehan, karena setelah di PHK, mereka ditawari kembali untuk bekerja dengan system kontrak.
Penulis pun mendengar, di Indonesia, beberapa perusahaan termasuk perusahaan garmen sudah mulai menyelenggarakan kegiatan seperti ini. Mereka diundang Kembali bekerja sesuai dengan order yang dimiliki oleh perusahaan.
Ini tentu akan berdampak signifikan terhadap seluruh perusahaan-perusahaan afiliasinya yang ada di seluruh dunia.
Ujungnya, secara otomatis akan berdampak terhadap pola hubungan kerja di negara-negara yang terdampak.
Indonesia Bersiap
Melihat fenomena sebagaimana di atas, tentu Indonesia berikut warga negaranya harus bersiap diri dengan membangun kesadaran kolektif menghadapi tantangan yang sudah sangat jelas dihadapan kita.
Ada beberapa hal yang mesti dipersiapkan dan secara paralel di laksanakan oleh kita semua sejak saat sekarang, minimalnya ada tigal hal; pertama pada wilayah regulasi, kedua sumber daya manusia, dan terakhir yang tak kalah penting adalah membangun kesadaran kolektif dengan cara memassifkan dialog nasional yang melibatkan stakeholder.
Khususnya para pekerja (serikat pekerja-buruh), pemberi kerja (asosiasi-asosiasi pengusaha) bersama pemerintah, bahkan dengan tokoh-tokoh masyarakat yang memiliki jangkauan social yang sangat luas dari berbagai kalangan masyarakat.
Pada wilayah regulasi, yang menjadi domain pemerintah, apakah Undang-undang cipta kerja ini merupakah sebuah jawaban atas fenomena dunia ketenagakerjaan kedepan?
Jika menilik pada pernyataan Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah pada Januari 2023, UU Cipta Kerja lahir sebagai sebuah ikhtiar pemerintah dalam memberikan perlindungan adaptif bagi pekerja-buruh dalam menghadapi tantangan ketenagakerjaan yang semakin dinamis.
Kata adaptif, menjadi kata kunci dalam memandang mobilitas manusia ke depan. Meminjam istilah sheel, seorang kapitalis muda di silicon valley, mobilitas manusia ke depan akan semakin tinggi, dimana rumah bukan semata tempat, tetapi ia adalah perasaan.
Tentunya, regulasi-regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah harus mewakili kepentingan yang besar kedepan ini.
Pada wilayah pembangunan Sumber Daya Manusia berikut kompetensinya, menarik jika di sekolah-sekolah dan kampus-kampus mulai membumikan apa yang disebut dengan kemampuan design thinking sebagai upaya untuk memberikan kemampuan analitikal pada para siswa dan mahasiswa, memberikan bekal agar Sumber Daya Manusia kita semakin agile dalam mengarungi perubahan (ride the challange).
Kemampuan analitikal ini yang menurut Eric Schmidt tidak akan pernah habis oleh waktu dan tidak lekang oleh jaman, dan yang terpenting tidak bisa digantikan oleh komputer dengan catatan didasari oleh basis kesadaran kolektif umat manusia untuk membuang ego-nya dalam rangka menepis kekhawatiran Sundar Pichai terkait perkembangan Dunia Artificial Intellegence.
Dan terkahir, memassifkan dialog antar stakeholder dalam rangka membangun kesadaran kolektif menghadapi tantangan kedepan.
Kita, Indonesia cukup beruntung karena memiliki sistem politik dan ekonomi yang terbuka yang menurut Alec Ross lagi-lagi sebagai rumah bagi industri masa depan.