Mahasiswa sebagai agent of social control, salah satunya terwujud dalam aksi demo yang berlangsung beberapa hari kemarin, dan mungkin berlanjut hingga hari ini. Bukan main, aksi demo mahasiswa dari berbagai kampus itu membara di berbagai titik di tanah air. Tentunya, ibu kota Jakarta termasuk di dalamnya. Dengan pusatnya di depan gedung MPR/DPR/DPD.
Demonstrasi ini sedikit spesial dibandingkan demo-demo sebelumnya. Pertama, aksi ini membawa identitas real mahasiswa, beberapa turun ke jalan dengan jas almamater, bersikap kritis walaupun sedikit agresif. Kedua, aksi ini serentak di berbagai kampus. Sebelum-sebelumnya, mahasiswa berdemo atas kepentingan golongan tertentu, kampusnya atau menuntut tuntutan yang scope-nya kecil. Namun, demontrasi kemarin, semua mahasiswa memiliki kekhawatiran yang sama, dan duka yang sama serta memperjuangkan hak dan keadilan yang sama.
Walaupun, Kepolosan dan kemurnian niat itu dikhawatirkan ditunggangi pihak tertentu dengan tujuan politis, atau kepentingan lain. Sebagaimana terjadi kemarin, ketika ditemukan buronan teroris pada demo yang berlangsung di Slipi, Jakarta.
Ketiga, adanya dukungan dari pihak kampus. Meskipun sebagian kampus, memilih diam dan tidak memberikan idzin mahasiswanya turun ke jalan dan ikut serta berdemonstrasi. Tapi sejumlah kampus yang tidak membiarkan (baca: mengekang) kebebasan mahasiswa itu dinilai apatis atau mungkin saja, khawatir terjadi kerusuhan dengan atas nama kampus. Tapi sangat disayangkan, karena kampus seharusnya tidak menjadi jeruji bagi idealisme mahasiswa selama dalam koridor yang seharusnya.
Adapun tuntutan yang diperjuangkan adalah penolakan terhadap Revisi UU KPK, dan RUU KUHP yang dinilai melemahkan KPK dalam pemberantasan korupsi, menciderai reformasi, dan tidak sesuai dengan nilai-nilai demokrasi. Karena berkaitan dengan aspek fundamental itulah yang memantik emosi mahasiswa dalam aksi tersebut.
Dengan hastag IndonesiaTidakBaikBaikSaja, dianggap merupakan bentuk kesal mahasiswa terhadap fenomena-fenomena yang menimpa Indonesia baru-baru ini. Kasus asap di Riau, dan kasus korupsi salah satu politisi, dan keluhan para petani. Kasus-kasus itu silih berganti menduduki rating tertinggi di berbagai situs berita. Maka wajar-wajar saja, jika mahasiswa dibuat naik darah dan menuai reaksi positif dan negatif di media publik. Alhasil, pemerintah sedikit merespon aksi mahasiswa ini dengan menunda pengesahan RUU dan UU yang ditolak mahasiswa.
Selain reaksi mahasiswa melalui demonstrasi ini cukup positif, tapi perlu digarisbawahi bahwa mahasiswa perlu siaga terhadap pihak-pihak berkepentingan agar tidak ditunggangi, dan mahasiswa perlu berpikir jernih dan bijak dengan tidak merusak fasilitas dan meminimalisir kontak fisik, atau bentrokan dengan aparat. Agar tidak jatuh korban, seperti demo di Bandung kemarin yang mengakibatkan sekitar 105 mahasiswa perlu menjalani perawatan. Serta tidak lupa bahwa mahasiswa adalah agen intelektual, diskusi publik dan dialog perlu diupayakan terlebih dahulu. Baru jika tidak direspon, mari turun ke jalan.
*Penulis adalah Rofiatul Windariana, kader HMI Cabang Pamekasan Komisariat IAIN Madura.