Pemilihan Umum pertama kali di Indonesia diadakan pada Tahun 1955 atas implementasi dari Undang-Undang No. 7 Tahun 1953 Tentang Pemilihan Anggota Konstituante dan anggota DPR. Sebelumnya juga terjadi beberapa kali pergantian konstitusi Negara yang diantaranya Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) 1949 dan Undang-Undang Dasar Sementara 1950, sebelum kembali lagi kepada Undang-Undang Dasar 1945 (untuk selanjutnya disebut UUD 1945). Kemudian saat itu mulai bermunculan juga para peserta pemilu dari beragam partai politik yang berlandaskan ideologi berbeda-beda.
Sebut saja Partai Nasionalis Indonesia (PNI), Partai Komunis Indonesia (PKI), Partai Sosialis Indonesia (PSI), Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (MASYUMI), Nahdlatul Ulama (NU) dan banyak partai lainnya menjadi peserta Pemilihan Umum Tahun 1955. Atas perwujudan dilaksankannya Pemilu 1955, Didik Sukriono (2009) pada Jurnalnya “Mengagas Sistem Pemilihan Umum di Indonesia”, menjelaskan bahwa Pemilihan Umum menjadi sarana pengejawantahan kedaulatan rakyat sekaligus sebagai arena kompetisi yang paling mengedepankan keadilan bagi partai politik, sejauh mana telah melakukan fungsi dan perannya serta pertanggungjawaban atas kewajibannya selama ini kepada rakyat secara luas.
Atas pergolakan demokrasi dari tahun ke tahun, Indonesia telah mengalami beberapa kali pemilu dan pada tahun 2004 dimulai pemilihan umum secara langsung dipilih oleh rakyat. Hal ini merupakan pengejawantahan dari apa yang disampaikan Abraham Lincoln yaitu; Dari rakyat, untuk rakyat dan oleh rakyat. Pada Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2004 merupakan kontestasi politik pertama kali di Indonesia yang melibatkan Rakyat sebagai ujung tombak demokrasi. Secara definitif, pemilihan umum bisa dikatakan sebagai sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil (Luber dan Jurdil).
Pada 2004, Pemilihan umum legislatif dilaksanakan dengan sistem proporsional tertutup yang dimana pemegang hak suara akan memilih partai politik peserta pemilu. Berbeda dengan tahun 2009, pileg dilakukan dengan sistem proporsional terbuka yakni pemilih akan dihadapkan dengan foto-foto calon anggota legislatif dari masing-masing partai politik. Sehingga kampanye dapat dilakukan secara perorangan dan juga tidak harus melibatkan partai politik terus-menerus untuk menopang segala kebutuhan kampanyenya, namun calon legislatif yang punya peranan strategis demi meningkatkan popularitasnya di tengah masyarakat.
Dalam proses pemilihan umum, pendidikan politik bagi masyarakat tentunya merupakan hal yang sangat dibutuhkan guna meningkatkan partisipasi pemilih dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Masyarakat pada pemilu kerap menjadi lahan bagi para peserta pemilu untuk menunjukkan eksistensinya dalam mengambil hati masyarakat, pelbagai kreatifitas dilakukan demi menunjang popularitas. Namun partai politik juga mempunyai peranan penting dalam meningkatkan pemhaman masyarakat dalam konteks demokrasi, sehingga partai politik tidak hanya berorientasi kepada suara dari masyarakat tetapi juga peningkatan akan pemahaman keikutsertaan pada pemilihan umum.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan beberapa partai politik perlu memberikan warna tersendiri dalam melihat tantangan ini. Pendidikan politik yang dilakukan tidak berdasarkan ajakan semata, tetapi perlu dijelaskan urgensi keikutsertaan dan kedekatan proses politik dengan masyarakat.
Pada dewasa ini, kegiatan pendidikan politik hanya dilakukan pada saat tahun pemilu sehingga tidak berjalan dengan sustainable, dengan tantangan ke depannya maka diperlukan proses internalisasi yang tidak hanya sebatas pada tatanan prosedural dan momentum kepemiluan, tetapi proses internalisasi dalam proses pendidikan politik harus terus berjalan dan secara substansial disampaikan serta berkesinambungan dan berkelanjutan.
Dengan demikian, tantangan dalam konteks pendidikan politik harus sangat longgar untuk didefinsikan sebab konsistensi dari amanat UUD 1945 harus terus digaungkan sampai masyarakat menjadi berdaulat dalam menentukan sikapnya secara berkepribadian dan berkebangsaan.
Ditulis oleh Muhammad Zulham (Peserta LK 3 HMI Badko Riau Kepri)