
Jakarta,- Ketua Umum Keluarga Mahasiswa Sulawesi Tenggara Jakarta (Kamasta) Akril Abdillah meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia untuk memanggil dan memeriksa Kepala Dinas Koperasi Mikro Kecil dan Menenggah provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) dan pimpinan CV Tikrar Ilham Jaya atas dugaan korupsi Belanja Pembangunan Karamba Beton Berbasis Koperasi Nelayan di Pulau Saponda senilai 2.5 M tahun anggaran 2021.
“Kami mendesak KPK untuk segera memanggil dan memeriksa Kadis Koperasi Mikro Kecil dan Menenggah provinsi Sultra karena diduga melakukan korupsi pada Pembangunan Karamba Beton di Pulau Saponda”, ujar Akril melalui keterangan persnya di Jakarta, Sabtu, 18/11/2023.
Ia menggayakan berdasarkan data-data yang kami kumpulkan serta hasil observasi lapangan yang dilakukan oleh Tim peneliti Kamasta ditemukan dugaan proyek mangkrak pada pembangunan Karamba Beton di Pulau Saponda.
“Berdasarkan keterangan yang kami peroleh dilapangkan bahwa pembangunan Karamba Beton di Pulau Saponda diduga belum ada fisik. Waktu itu masih tahap pemboran untuk tiang cakar tapi bor tidak mampu (Patah) jadi tidak dilanjutkan”, ungkapnya.
Lebih lanjut Ia mengatakan pembangunan Karamba Beton Berbasis Koperasi nelayan tersebut, diduga tidak memiliki izin dari KKP sebagaimana yang tertuang dalam UU NO 1 Tahun 2014 Pasal 16 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil dan UU. 32 Tahun 2014 Pasal 47 bahwa Setiap orang yang melakukan pemanfaatan ruang Laut secara menetap di wilayah perairan dan wilayah yurisdiksi wajib memiliki izin lokasi.
“Berdasarkan analisis dan data-data yang kami miliki bahwa pengerjaan proyek keramba beton diduga telah melanggar UU pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil”, tegas Akril saat dihubungi, Rabu, 15/12/2021.
Diketahui bahwa pembangunan tersebut masuk dalam kawasan konservasi, sehingga harus memiliki izin dari Pengelolah kawasan yakni Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tenggara, setelah ini mengajukan permohonan konfirmasi Kegiatan Kesesuaian Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) ke KKP melalui OSS.
“Jadi pembangunan yang dilakukan dikawazan konservasi harus memiliki izin dari DKP Provinsi, jika sudah ada perjanjian kegiatan dengan DKP, maka mesti mengajukan permohonan KKPRL ke KKP karena setiap orang yang melakukan kegiatan yang memanfaatkan ruang laut secara menetap minimal 30 hari wajib memiliki KKPRL”, tegasnya.