Oleh : Muhammad Zufar Rafif
Kecerdasan buatan, sebuah entitas program yang diciptakan oleh manusia sebagai alat bantu guna mencapai tujuan produksi yang efektif dan low cost. Ledakan inovasi mengguncang panggung profesi, kabar dari tiap belahan dunia menyuarakan kekagumannya terhadap terobosan baru ini. Wirausahawan dari lembaga swasta hingga pemerintah berlomba-lomba lebih dulu mempekerjakan AI (Artificial Intelligence) berharap dapat menjadi “burung pertama” yang menjemput algoritma perekonomian baru.
Perdebatan bermunculan antara apakah kelahiran program kecerdasan buatan ini akan memberikan dampak baik pada dunia ataukah tidak, juga pertanyaan mengenai apakah keputusan menggantikan pekerja manusia dengan mesin adalah hal yang benar.
Jika dilihat pada situasi dini ini, tidak bisa dipungkiri bahwa adanya kecerdasan buatan menyuguhi jasa yang cepat dan kilat sehingga dari sudut pandang seorang pengusaha eksistensi kecerdasan buatan ini memberikan pengaruh besar terhadap gaya atau pola kerja dan produktifitas perusahaan yang diembannya. Namun, jika melihat secara satu gambaran yang utuh akan terlihat tidak semua masyarakat terkhususnya di indonesia adalah wirausahawan atau pebisnis yang memang membutuhkan pekerja dan berfokus pada produksi massal, sehingga hanya segelintir orang lah yang dapat merasakan keuntungan atas hadirnya kecerdasan buatan ini.
Data statistik yang diulas pada laman databoks.katadata.co.id memaparkan persentase prediksi dan analisis terhadap pekerjaan yang akan terotomatisasi, dikutip dari McKinsey terdapat beberapa jenis bidang pekerjaan yang akan digantikan dengan mesin yaitu pekerjaan berbasis teknis seperti buruh dengan persentase 78% sedangkan menurut laman dataindonesia.id jumlah pekerja informal di Indonesia sebanyak 80,24 juta jiwa atau setara 59,31% pada Agustus 2022. Maka, jika hanya menghitung dari bidang teknis terkhususnya buruh di indonesia, akan ada 6.427,200 jiwa yang pekerjaanya digantikan oleh mesin sehingga akan meningkatkan level pengangguran di Indonesia, dan hal ini masih belum diakumulasikan dengan pekerjaan formal yang diprediksi akan terotomatisasi seperti bidang kerja terkait pemrosesan data, terutama yang terkait keuangan dan asuransi, juga akan tergerus 69%. Selanjutnya, pengumpulan data akan terotomatisasi 64%
.
Dalam hal ini pemerintah telah menyelenggarakan program Skill for Competence dimana Kemenperin memberikan pendidikan vokasi industri berdasarkan model dual system yang dimiliki jerman. Adapula upaya lain yang dilakukan oleh pemerintah yakni Tax deduction sebagai hadiah untuk perusahaan yang telah mengadakan pelatihan vokasi untuk SDM, bukan hanya hadiah saja, pemerintah juga memberikan dukungan kepada perusahaan yang ingin melakukan pelatihan. Adapula program lain yang dilakukan adalah Digital Talent Scholarship yang diselenggarakan oleh Kominfo
Berdasarkan apa yang telah dipaparkan diatas, digitalisasi dan otomatisasi jika dilakukan pada saat ini akan mengancam perekonomian masyarakat indonesia dimana memang hanya segelintir orang saja yang paham dan mahir menggunakan teknologi. Pemerintah haruslah memperhatikan situasi dan keadaan juga meningkatkan tingkat technology awareness masyarakat indonesia sehingga dapat mengurangi angka pengangguran teknologi akibat modernisasi dan digitalisasi. Maka dari itu diperlukan adanya peng-adaptasian generasi muda dengan teknologi sehingga Indonesia tidak tertinggal oleh perubahan jaman.
Penulis adalah mahasiswa UICI Semester 4