Kasus pelecehan seksual yang terjadi di Indonesia mengakibatkan negara ini tercatat sebagai negara kedua berbahaya se-Asia Pasifik . Melihat kasus-kasus yang terjadi terhadap perempuan belakangan ini, menjadi hal yang sangat memprihatinkan. Fenomena yang terjadi, menandakan Indonesia krisis keamanan dan keselamatan bagi perempuan.
Hal tersebut, selaras dengan hasil studi dari perusahaan riset Value Champion, Singapura pada 2019 lalu yang menyebut Indonesia menduduki peringkat kedua se-Asia Pasifik, sebagai negara berbahaya bagi perempuan. Lonjakan kasus pelecehan seksual diranah pendidikan meningkat pada tahun 2021.
Senada dengan hal terkait, Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Lebak sekaligus Sekretaris Umum Rumah Perempuan dan Anak (RPA) Kabupaten Lebak juga menegaskan bahwa kasus pelecehan seksual di Perguruan Tinggi selayaknya diringkus dan diusut secara tuntas.
“Pelecehan Seksual hari ini sudah menjadi hal yang lumrah di kacamata publik karena maraknya terjadi terhadap anak hingga perempuan dewasa, predator seksual ini jangan dibiarkan berkembang dan terus hidup karena itu suatu penyakit khususnya di Perguruan Tinggi yang banyak sekali alasan dan iming-iming untuk mengecam Mahasiswa itu sendiri karena predator seksual ini banyak dilakukan oleh oknum Dosen dan perangkatnya. Apalagi kalau sampai Mahasiswa berhenti dari pendidikan hanya karena ulah dari oknum yang tidak jera akan perbuatannya.” ungkap Ratu Nisya Yulianti.
Selain mental dan psikologis korban yang rusak, hal tersebut juga mengakibatkan mulai banyaknya kesenjangan sosial yang terjadi , salah satunya masyarakat mulai tidak percaya dengan para aktivis pendidikan yang mengakibatkan orang tua takut dan ragu untuk mengirimkan anak-anak mereka untuk belajar menimba ilmu di dunia perkuliahan. Menurut data yang ada, tahun 2021 tercatat 2.500 kasus pelecehan seksual di Indonesia dan 77% nya adalah kasus pelecehan seksual di kampus . Hal ini pun membuat banyaknya desakan, agar kampus mengimplementasikan peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi nomor 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi pun menguat.
“Perguruan Tinggi di Kabupaten Lebak terdengar sangat sunyi dalam merespon pelecehan seksual yang terjadi disekitar, sehingga bentuk pencegahan dan penanggulangan sangat minim karena itu tidak menjadi prioritas dalam program civitas akademika kampus padahal sudah tertuang dalam kebijakan Mendikbudristek-dikti. Besar harapan khususnya di Perguruan Tinggi tempat saya menempuh pendidikan dapat mengimplementasikan dengan baik dan benar.” tegas Ratu Nisya Yulianti.
Oleh karena itu, Pegiat Perempuan dan Anak serta Pemerintah dan Relawan Peduli Perempuan kiranya mendorong dalam percepatan implementasi Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi dapat secara masif terlaksana dengan baik.