Cibarani, 12 September 2024 – Semiloka bertema “Pengembangan Produk Pangan Berbasis Pengetahuan Lokal di Kasepuhan Cibarani” sukses diselenggarakan hari ini di Kasepuhan Cibarani, Kabupaten Lebak, Banten.
Acara ini dihadiri oleh berbagai pihak, termasuk perwakilan dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat , BPK Wilayah VIII, Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Lebak, pemerintah desa setempat, serta organisasi masyarakat adat dan Forum KAWAL (Konsolidasi dan Advokasi Wilayah Adat Lebak).
Pembukaan acara diawali dengan pembacaan doa dan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Sambutan disampaikan oleh Wahyudin, Ketua Panitia Pelaksana, yang berharap semiloka ini mampu menambah pengetahuan tentang produk pangan lokal di Kasepuhan Cibarani.
“Kami berharap kegiatan ini dapat memberikan sumbangsih nyata, terutama dalam pengembangan potensi pangan berbasis pengetahuan lokal,” ujar Wahyudin.
Perwakilan dari Pemerintah Desa Cibarani, Ade Irawan, memberikan gambaran mengenai proses legitimasi SK Hutan Adat, yang masih berjalan di Cibarani. Ia juga menekankan pentingnya kegiatan ini sebagai ajang silaturahmi antarwarga Kasepuhan.
Ketua Adat Kasepuhan Cibarani, Pak Guru Suarta, menyampaikan bahwa Kasepuhan Cibarani merupakan kasepuhan turun-temurun yang telah eksis hingga generasi ke-11.
Acara ini secara resmi dibuka oleh Rani, perwakilan dari Kemendikbudristek Dirt. KMA. Dalam sambutannya, ia menyampaikan dukungan penuh pemerintah terhadap pemberdayaan masyarakat adat melalui sinergi pengembangan pangan lokal.
“Semoga dalam satu tahun ke depan, komitmen bersama untuk kemaslahatan masyarakat adat dapat terwujud,” ungkapnya.
Pada sesi materi, Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Lebak memberikan paparan mengenai tantangan dan peluang dalam pengembangan usaha ekonomi lokal. Pengelolaan legalitas produk, seperti izin usaha, BPOM, dan label halal, menjadi kunci agar produk lokal seperti gula semut Cibarani bisa menembus pasar yang lebih luas.
Selain itu, Nikita Sulaiman Akbar dari “Harvest 9” menyoroti pentingnya keberlanjutan ekologi melalui pertanian berbasis pengetahuan lokal. Ia menekankan bahwa penggunaan pupuk organik yang berasal dari sisa tumbuhan dan sampah organik bisa membantu menjaga keseimbangan alam.
“Nilai-nilai adat seperti lumbung padi (leuit) menunjukkan ketahanan pangan yang sudah diwariskan oleh leluhur kita,” jelasnya.
Umi Nadrah dari RMI-Bogor dalam sesi diskusi, memaparkan beberapa jenis tanaman yang sering ditemukan di kawasan Cibarani, yang memiliki beragam manfaat, mulai dari makanan, obat-obatan, kerajinan tangan, hingga digunakan dalam ritual adat. Dalam sesi interaktif, pemuda Formulasi diajak berdiskusi mengenai kegunaan dan pemanfaatan tanaman-tanaman tersebut di kehidupan masyarakat Cibarani.
Semiloka ini juga membahas dinamika organisasi kampung dan pentingnya peran pemuda dalam menjaga eksistensi masyarakat adat. Cecep Sanusi, seorang aktifis pemuda adat, mengungkapkan bahwa organisasi pemuda seperti Formulasi (Forum Pemuda Adat Asal Kasepuhan Cibarani) dan Kisancang (Komunitas Pemuda Adat Kasepuhan Cirompang)telah berperan dalam mempertahankan budaya lokal di Kasepuhan.
Namun, ia juga menekankan bahwa tantangan dari dalam dan luar komunitas harus dihadapi dengan fondasi organisasi yang kuat dan kerja sama seluruh lapisan masyarakat.
Penutupan acara dilakukan dengan penyusunan Rencana Tindak Lanjut (RTL) oleh peserta yang di fasilitasi oleh Rimbauan Muda Indonesia (RMI) dan Forum KAWAL.
Beberapa komitmen yang dihasilkan antara lain memperkuat kegiatan pemuda dalam mendokumentasikan potensi alam, melakukan sosialisasi hasil semiloka, serta mendorong pembuatan produk kerajinan tangan dari bahan lokal.
Semiloka ini ditutup oleh Olot Suarta, yang berharap agar masyarakat Kasepuhan Cibarani semakin kompak dan maju.
“Pemuda memiliki tugas besar untuk terus belajar dan berorganisasi demi kemajuan masyarakat adat,” pungkasnya.