
Jakarta, Visioner,- Survei terbaru dari Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada April 2025 menunjukkan bahwa 50,3% responden menganggap penegakan hukum Polri kurang transparan. Survei ini mengindikasikan kekhawatiran masyarakat terhadap kurangnya keterbukaan operasional Polri, yang menjadi penyebab utama rendahnya kepercayaan publik terhadap institusi ini. Meskipun demikian, angka ini tidak bisa dianggap sebagai vonis akhir, melainkan sebagai panggilan untuk perubahan yang konstruktif.
Laporan LSI lainnya menunjukkan bahwa lebih dari setengah responden, yakni 51,6%, mendesak kesetaraan kedudukan penyidik Polri dengan lembaga lain seperti Kejaksaan, BNN, dan PPNS. Hanya 22,8% yang setuju jika Polri memiliki posisi dominan dalam struktur hukum. Ketidakseimbangan ini dinilai dapat memperburuk akuntabilitas dan kolaborasi antara lembaga hukum, sehingga semakin menggerus kepercayaan publik. Sebuah survei tambahan pada April 2025 juga menegaskan bahwa 62,3% responden mendukung revisi KUHAP untuk menjamin kesetaraan kedudukan antara penyidik.
Meski tantangan besar dihadapi, ada sinyal positif. Survei Indikator Politik Indonesia pada September 2024 mencatatkan peningkatan kepercayaan publik terhadap Polri menjadi 67%, naik signifikan dari 54% pada 2022 pasca-krisis kepercayaan akibat kasus Ferdy Sambo. Keberhasilan Polri dalam mengamankan Operasi Ketupat 2025, yang mendapat pujian luas, membuktikan bahwa profesionalisme dan respons cepat bisa memulihkan citra Polri. Namun, analisis data media sosial menunjukkan adanya sentimen negatif, dengan 65% dari 15.000 mention yang menyoroti respons lambat terhadap kasus tilang elektronik pada Maret 2025 dan kecelakaan massal di Riau pada Februari 2025.
Kasus kecelakaan massal di Riau yang menewaskan 10 orang dan kasus tilang elektronik yang memicu kebingungan publik mencerminkan pentingnya respons cepat. Masyarakat menginginkan Polri untuk lebih transparan dan terbuka, bukan hanya bereaksi setelah ada tekanan publik. “Polri harus memimpin narasi, bukan hanya bereaksi dan proaktivitas Polri sangat diperlukan untuk meningkatkan citranya,” tegas Romadhon Jasn, Ketua Jaringan Aktivis Nusantara, , Senin (14/4/2025)
Selain masalah transparansi, isu struktural seperti RUU Polri yang dinilai memperkuat dominasi Polri atas lembaga hukum lainnya, seperti KPK dan PPNS, turut memperburuk kepercayaan publik. Dibandingkan dengan lembaga lain seperti TNI yang mencatatkan tingkat kepercayaan 93% dan Kejaksaan Agung dengan 69%, Polri masih tertinggal meski ada 49,7% responden yang percaya bahwa Polri bisa berubah dengan peningkatan transparansi. Di luar negeri, model terbaik seperti ‘Police@SG’ di Inggris atau model Satgas Nusantara di Indonesia bisa menjadi inspirasi bagi Polri dalam meningkatkan akuntabilitas dan respons terhadap publik.
Berbagai solusi konkret telah diusulkan untuk meningkatkan citra Polri. Ini termasuk pembentukan dewan pengawas independen yang melibatkan masyarakat sipil dan Komnas HAM, pengembangan platform pengaduan berbasis teknologi dengan respons cepat, serta reformasi rekrutmen berbasis integritas untuk menghindari oknum yang merusak institusi. “Ini saatnya Polri membuktikan bahwa mereka ada untuk rakyat, bukan untuk elit,” kata Romadhon.
Harapan untuk Polri yang lebih transparan dan dapat dipercaya masih terbuka lebar. Dengan kolaborasi yang inklusif, transparansi yang konsisten, serta implementasi reformasi seperti revisi KUHAP, Polri dapat mengubah narasi dari lembaga yang diragukan menjadi institusi harapan baru. Jaringan Aktivis Nusantara berkomitmen mengadvokasi perubahan melalui pengawasan, edukasi, dan dialog strategis. “Kami percaya Polri bisa dihormati jika mendengar rakyat,” tuturnya.
Polri berada di persimpangan jalan yang penuh potensi. Dengan komitmen untuk mengutamakan transparansi dan reformasi struktural, serta dukungan penuh dari masyarakat, Polri memiliki kesempatan untuk meraih kembali kepercayaan publik yang telah lama hilang. Ini adalah momen krusial bagi Polri untuk membuktikan bahwa mereka bukan hanya alat kekuasaan, tetapi institusi yang berkomitmen untuk melayani rakyat dengan penuh integritas. “Polri harus mendengarkan rakyat dan menjalani peran mereka dengan penuh tanggung jawab. Inilah saatnya untuk perubahan yang nyata,” pungkas Romadhon.