
Jakarta, Visioner– Polri tak lagi sekadar mesin keamanan; mereka kini arsitek perubahan sosial. Ketua Jaringan Aktivis Nusantara, Romadhon Jasn, melontarkan puji syukur atas langkah Polri yang menjelma jadi nadi kemanusiaan, lewat sosok Polwan Brigadir Sufiana Mayasari Bhabinkamtibmas dari Polres Karanganyar, Polda Jawa Tengah, atas peran aktifnya sebagai penggerak ketahanan pangan di wilayah binaan.
“Ini bukan polisi biasa, ini polisi yang berpikir dan bertindak untuk rakyat,” kata Romadhon dalam rilisnya ke media di Jakarta, Jumat, (11/4/2025)
Sufiana, seorang Polwan, menjadi simbol revolusi sosial Polri. Ia tak cuma menjaga ketertiban, tapi memimpin misi ketahanan pangan, menggerakkan petani lokal dengan teknologi dan kearifan. “Sufiana adalah pukulan telak pada skeptisisme: polisi bisa jadi pelopor kesejahteraan,” ujar Romadhon. Ia melihat ini sebagai bukti bahwa Polri bukan lagi sekadar seragam, tapi jiwa yang bernapas bersama rakyat.
Romadhon menegaskan, Polri sedang mendobrak paradigma. “Mereka tak cuma tangkap penutup, tapi bangun harapan. Sufiana menunjukkan itu,” katanya. Program ketahanan pangan yang digagasnya mengajarkan masyarakat mandiri, bukan sekadar bertahan. “Ini bukan basa-basi CSR, ini kepedulian hidup yang Polri tawarkan,” tambahnya.
Langkah Polri ini, menurut Romadhon, adalah dialektika baru. “Hukum tanpa hati adalah tirani; Polri pilih hati tanpa lepas hukum,” ungkapnya. Dari pelatihan wirausaha hingga pembinaan pemuda, Polri membuktikan tanggung jawab sosial tak cuma slogan. “Mereka tak sekadar jaga pagar, tapi tanam benih masa depan,” katanya.
Sufiana, baginya, adalah cermin keberanian perempuan di Polri. “Dia tak cuma polisi, dia pemimpin sosial. Ketahanan pangan yang dia gagas adalah tameng bagi yang terpinggirkan,” ujar Romadhon. Ini bukan soal gender, tapi soal nalar yang melampaui batas seragam.
Dukungan untuk Polri mengalir deras, dari pemerintah hingga akademisi. “Polri tak lagi dipandang sebagai algojo, tapi sahabat yang berinovasi,” kata Romadhon. Program seperti pemanfaatan teknologi untuk petani lokal adalah bukti bahwa Polri tak alergi pada perubahan.
Ia juga memuji keterbukaan Polri. “Mereka ajak rakyat berkolaborasi, tak cuma perintah. Ini demokrasi yang hidup,” katanya. Polri membuka pintu bagi masyarakat, dari desa hingga kota, untuk bersama membangun ketahanan sosial.
“Sufiana dan Polri sedang menulis ulang definisi kepolisian,” tegas Romadhon. Ia menilai, langkah ini adalah seruan agar rakyat tak lagi takut bermimpi. “Polri tak cuma lindungi tubuh, tapi juga harapan,” tambahnya, penuh refleksi.
Dengan nada optimis, Romadhon menutup: “Polri bukan lagi bayang-bayang hukum, tapi cahaya yang menerangi. Kalau negara punya polisi seperti ini, kenapa kita tak berani melangkah?” Ia yakin, Polri adalah pilar yang tak cuma kuat, tapi juga bijak.