
Surabaya,Visioner.id- Pendidikan merupakan hak setiap warga negara Indonesia dan seharusnya mencerminkan keadilan, etika, dan profesionalisme. Namun, kasus tirani seorang dosen terhadap mahasiswa kembali mencuat, kali ini terjadi di Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jawa Timur. Kejadian ini dialami oleh mahasiswa bernama MH Soleh, yang merasa diperlakukan sewenang-wenang oleh dosennya.
MH Soleh, mahasiswa program Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL) di Fakultas Hukum UPN Veteran Jawa Timur, mengaku mendapatkan ancaman nilai dan bahkan ancaman dikeluarkan dari kampus hanya karena bertanya tentang absensi ujian akhir semester melalui grup WhatsApp kelas.
“Saya bertanya soal absensi untuk EAS (Evaluasi Akhir Semester), tapi bukannya dijawab, beliau malah emosi dan mengancam soal nilai saya. Banyak hal yang menurut beliau adalah ketidaksopanan,” ungkap MH Soleh, yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Jaringan Pemuda dan Aktivis Indonesia (JAPAI), Minggu (23/12/2024)
Budaya Patron dan Tirani dalam Pendidikan
Soleh menyoroti bahwa banyak tenaga pendidik di perguruan tinggi yang sering kali merasa lebih berkuasa dibanding mahasiswa. Menurutnya, pendidikan dan keadilan harus berjalan seiring, tetapi kenyataannya, mahasiswa sering kali mengalami tekanan hanya demi nilai atau kelulusan.
“Saya membayar uang pendidikan agar mendapatkan ilmu, bukan untuk menerima budaya patron yang tidak jelas. Saya bertanya sebagai wujud perhatian dan itikad baik saya dalam menempuh pendidikan. Jika saya tidak bertanya, itu artinya saya mengabaikan perintah dosen, dan itu juga salah,” tambahnya.
Ia menyayangkan tindakan dosen yang dianggapnya sewenang-wenang. “Saya kuliah bukan gratis, uang pendidikan yang saya bayar adalah salah satu sumber untuk membayar gaji dosen. Kalau akhirnya sewenang-wenang seperti ini, di mana profesionalisme dan keadilannya? Tidak masalah jika pihak kampus memutuskan untuk mengeluarkan saya,” tegasnya.
MH Soleh juga mengkritik kurangnya empati dari dosen terhadap perjuangan mahasiswa. Sebagai mahasiswa program RPL, ia berkuliah sambil bekerja dan memiliki tanggung jawab untuk membanggakan orang tuanya. “Mungkin dosen seperti ini tidak pernah merasakan perjuangan aktivis yang harus bersusah payah, kadang makan, kadang tidak, demi idealisme,” katanya.
Dosen Diduga Menyalahgunakan Wewenang
Soleh secara terbuka menyebut nama dosen yang dianggap bertindak sewenang-wenang, yakni Wiwin Yulianingsih, SH, MKn, yang merupakan dosen di Fakultas Hukum UPN Veteran Jawa Timur. Soleh menilai bahwa Wiwin telah menyalahgunakan statusnya sebagai dosen sekaligus PNS untuk bertindak tirani terhadap mahasiswa.
“Saya hanya bertanya soal absensi. Apakah itu salah? Kalau memang itu dianggap salah, saya bersedia dikeluarkan, tetapi jangan sampai perilaku ini mencoreng dunia pendidikan,” ujarnya.
Petisi Pemecatan Dosen oleh JAPAI
Sebagai bentuk solidaritas, Jaringan Pemuda dan Aktivis Indonesia (JAPAI) merespons tindakan ini dengan meluncurkan petisi yang menyerukan pemecatan Wiwin Yulianingsih, SH, MKn. Petisi ini ditujukan kepada Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi serta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB).
“Ini adalah semangat persaudaraan dan empati kami kepada saudara MH Soleh, yang juga Ketua Umum JAPAI,” ungkap A. Yani, Sekretaris Jenderal JAPAI.
Potret Buruk Pendidikan Tinggi yang Harus Dibenahi
Kasus ini menjadi potret buruknya manajemen pendidikan tinggi di Indonesia, yang masih jauh dari nilai-nilai keadilan dan profesionalisme. Tindakan dosen yang semena-mena tidak hanya mencederai hak mahasiswa, tetapi juga mencoreng nama baik institusi pendidikan tinggi.
JAPAI menekankan bahwa pendidikan di perguruan tinggi harus menjadi tempat menempa calon pemimpin bangsa dengan prinsip keadilan dan keberpihakan pada kebenaran. “Dunia pendidikan tinggi adalah tempat mahasiswa dididik, dilatih, dan dikader sesuai dengan nilai-nilai moral dan profesionalisme, bukan tempat untuk menanamkan budaya otoriter,” tegas A. Yani.
Harapan untuk Perbaikan
Kasus ini menjadi pengingat bahwa dunia pendidikan tinggi membutuhkan pembenahan yang serius, termasuk pengawasan terhadap perilaku tenaga pendidik. JAPAI juga berharap agar Presiden Prabowo Subianto, yang telah menekankan pentingnya reformasi dalam berbagai sektor, termasuk pendidikan, dapat memperhatikan isu-isu semacam ini.
“Potret buruk seperti ini harus diakhiri. Mahasiswa adalah aset bangsa yang harus dilindungi dari segala bentuk tindakan tirani. Pendidikan tinggi harus mencerminkan nilai-nilai keadilan dan demokrasi, bukan menjadi tempat penyalahgunaan wewenang,” tutup A. Yani.
Dunia pendidikan Indonesia membutuhkan pembenahan besar agar mahasiswa dapat belajar dengan tenang tanpa rasa takut, sehingga menghasilkan lulusan yang berkualitas, berintegritas, dan berjiwa kepemimpinan.