Oleh : Rahmad Nasir
(Owner Tenun Ikat Nasir Family Alor)
Banyak motif tenun ikat yang diproduksi oleh masyarakat Ternate Alor di antaranya adalah kelompok motif hewan laut seperti ikan, penyu, lobster, kepiting dan lain sebagainya. Motif-motif paling banyak didominasi oleh ikan dan penyu yang banyak tersebar di lapak-lapak jualan tenun ikat di Kabupaten Alor.
Dominasi hewan laut sebagai motif utama tenun ikat sebenarnya adalah gambaran kehidupan nelayan di Ternate baik di Ternate besar (Pulau Ternate) maupun di Ternate kecil (Pulau Buaya). Hampir tiap hari para nelayan Ternate berhubungan dengan laut, maklum kampung Ternate adalah pulau-pulau kecil yang terletak antara Pulau Alor dan Pantar serta pula Pura.
Sebagai daerah dalam wilayah kecamatan Alor Barat Laut (ABAL) adalah kategori daerah kepulauan sehingga mata pencaharian nelayan sebagai salah satu alternatif utama dalam mencari nafkah untuk kehidupan keluarga.
Nelayan adalah pekerjaan untuk kaum Adam di Ternate, sementara para kaum hawa secara turun-temurun sebagai pengrajin tenun ikat. Kaum hawa laksana sedang menceriterakan atau menulis kisah tentang kondisi kehidupan masyarakat Ternate dalam relief-relief kain tradisionalnya. Motif ikan menggambarkan daging utama yang dikonsumsi masyarakat Ternate, hampir setiap hari harus melihat ikan segar dan menyantap ikan kuah asam maupun ikan bakar, dan/ikan panggang sebagai pasokan protein bagi generasi Ternate.
Ikan yang diabadikan dalam motif kain tenun pun bermacam-macam seperti yang ditangkap para kaum adam. Saat orang-orang memakai kain bermotif ikan, kita bisa melihat bagaimana ikan-ikan itu bisa berenang-renang di daratan melalui pakaian yang dipakai. Apalagi kain motif ikan telah disulap menjadi busana yang modern dengan kombinasi yang luar biasa baik dalam bentuk baju kantor, rok, topi, tas dan sebagainya.
Jika melihat motif penyu yang juga kerap dipakai para pegawai saat ke kantor atau paling ramai jika mengikuti festival expo Alor atau pawai karnafal 17 Agustus di Alor, maka pikiran kita pasti tertuju pada salah satu hewan laut yang sangat dilindungi ini. Penyu menjadi hewan unik yang sekarang tidak banyak dijumpai karena banyak diburu dan diambil punggungnya untuk hiasan.
Masyarakat Ternate rupanya sering menjumpai penyu saat menyelam sehingga hal ini pun diabadikan dalam motif kain yang banyak bertebaran di Kota Kalabahi bahkan diminati wisatawan mancanegara yang datang dari berbagai belahan dunia.
Kreativitas penenun Ternate tidak hanya sampai di situ, kini semakin bermunculan motif lain seperti lobster dan kepiting yang juga banyak dijumpai di lautan Ternate. Lobster dan kepiting dikenal sebagai makanan laut (seafood) yang gurih dengan harga yang fantastik.
Meski dengan bentuk yang unik dan rumit, penenun Ternate dengan keahliannya membuat motif lobster dan kepiting dalam kain tradisional yang ditenunnya dengan penuh kesabaran. Motif lobster dan kepiting sangat jarang dijumpai karena hanya beberapa orang tertentu yang mampu membuatnya sehingga menyebabkan harganya sedikit lebih mahal.
Saya menjadi yakin bahwa semua jenis hewan laut yang diketahui para nelayan Ternate bisa dibuat oleh penenun Ternate dengan indah dan apik. Tentu hal ini harus mendapatkan hak cipta dengan didukung oleh Pemerintah Daerah selain membantu mempromosikan/memasarkan ke luar daerah hingga ke mancanegara. Asosiasi pengrajin tenun harus segera dibentuk serta penyediaan galeri-galeri/lapak-lapak dan sentra tenun di beberapa tempat.
Mahasiswa-mahasiswa asal Alor yang mengambil jurusan ekonomi, budaya, matematika, pariwisata dianjurkan untuk mengambil judul skripsi yang berkaitan dengan tenun ikat baik dari sisi motif, pariwisata, bisnis dan makna-makna di balik motif tenunan tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan bukti bahwa maha karya ini adalah milik rakyat Alor khususnya mayarakat Ternate Kecamatan Alor Barat Laut (ABAL). Maha karya ini haru didesain pemerintah daerah agar terintegrasi antara budaya, industri dan pariwisata melalui dinas-dinas terkait.
Sebagai anak asli Ternate, saya telah merasakan bagaimana peran tenun ikat bagi penghasilan ekonomi masyarakat kami. Para sarjana yang semakin banyak adalah juga bukti pintalan benang yang bergulung-gulung, kesabaran menenun, serta kelihaian mewarnai tenunan khas Ternate Alor Propinsi Nusa Tenggara Timur.
Bagi saya, Tuhan begitu adil bahwa karena kondisi geografis Pulau Ternate yang memiliki kemiringan yang cukup karena pegunungan serta cuacanya panas sehingga tidak ada sawah serta ketersediaan air bersih yang susah sehingga Tuhan menganugerahkan keterampilan menenun kepada nenek moyang kami yang sampai hari ini keahlian tersebut diturunkan kepada generasi kami. Keahlian menenun seakan secara alami turun kepada generasi kami. Semoga karya ini tetap lestari dan semakin bermanfaat bagi masyarkat Nusa Kenari dan dunia luar Alor.