
Jakarta, – Pembekalan senjata api (senpi) untuk petugas imigrasi tengah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) sebagai turunan dari Undang-Undang Nomor 63 Tahun 2024 tentang Keimigrasian. Kebijakan ini menjadi respons atas meningkatnya risiko yang dihadapi petugas imigrasi dalam menjalankan tugas, seperti pengawasan orang asing dan operasi penindakan.
Rencana ini menuai pro dan kontra di masyarakat. Ketua Gagas Nusantara, Romadhon Jasn, mendukung kebijakan tersebut dengan catatan penting terkait sosialisasi dan pengawasan.
“Kami memahami kebutuhan kebijakan ini, mengingat meningkatnya risiko yang dihadapi petugas di lapangan. Namun, aturan ini harus dilaksanakan dengan hati-hati dan transparan agar tidak menimbulkan keresahan,” kata Romadhon di Jakarta, Minggu (19/1).
Dasar Hukum dan Aturan Teknis
Pembekalan senjata api kepada petugas imigrasi telah diatur dalam UU Nomor 63 Tahun 2024 tentang Keimigrasian, yang memberikan dasar hukum bagi Imipas untuk memastikan keselamatan petugasnya.
Plt Dirjen Imigrasi, Saffar Godam, menyatakan bahwa rancangan Peraturan Pemerintah sedang disusun untuk mengatur lebih rinci prosedur penggunaan senjata api, pelatihan petugas, serta pengawasan. “Ini semua untuk memastikan senjata hanya digunakan dalam situasi yang benar-benar diperlukan,” ujar Saffar.
Dukungan dengan Catatan Penting
Romadhon menjelaskan bahwa pembekalan senjata api adalah langkah strategis untuk menghadapi tantangan di lapangan, terutama dalam pengawasan orang asing yang berisiko tinggi. Ia menyinggung kasus meninggalnya dua petugas imigrasi saat bertugas sebagai bukti nyata pentingnya langkah ini.
Namun, ia menegaskan bahwa kebijakan ini harus diiringi dengan aturan teknis yang jelas dan pengawasan ketat. “Senjata api ini harus menjadi alat perlindungan, bukan sarana tindakan ofensif. Transparansi dalam implementasi kebijakan sangat penting,” tegasnya.
Sosialisasi untuk Hindari Kesalahpahaman
Gagas Nusantara menilai minimnya pemahaman publik bisa memicu resistensi terhadap kebijakan ini. Oleh karena itu, sosialisasi yang masif perlu dilakukan agar masyarakat memahami urgensinya.
Romadhon merekomendasikan agar pemerintah menjelaskan kebijakan ini melalui media massa, forum publik, dan simulasi pelatihan terbuka. “Kementerian Imipas harus menjelaskan bahwa senjata api hanya digunakan dalam keadaan darurat sesuai SOP yang diatur dalam PP,” ujarnya.
Pengawasan dan Regulasi Teknis
Romadhon menekankan pentingnya pengawasan ketat terhadap implementasi kebijakan ini. Ia juga mendorong agar aturan teknis dalam PP segera dirampungkan.
“Pengawasan internal dan eksternal harus berjalan. Pemerintah juga harus memastikan hanya petugas yang telah mengikuti pelatihan dan mendapatkan sertifikasi yang dibekali senjata,” ujarnya.
Romadhon mendukung kebijakan pembekalan senjata api untuk petugas imigrasi sebagai upaya melindungi mereka dalam situasi berisiko. Namun, kebijakan ini harus dilaksanakan dengan transparansi, sosialisasi yang masif, dan pengawasan ketat.
“Kebijakan ini harus melindungi petugas tanpa menimbulkan keresahan di masyarakat. PP sebagai aturan teknis harus segera diselesaikan agar kebijakan ini berjalan sesuai hukum,” tutup Romadhon.