
Jakarta, (VISIONER)– Pemerintah didesak untuk segera membuka diplomasi perdagangan dengan Amerika Serikat (AS) menyusul kebijakan tarif impor baru sebesar 32 persen terhadap produk Indonesia, yang akan berlaku mulai 9 April 2025. Desakan ini disampaikan Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, sebagai respons terhadap langkah AS di bawah Presiden Donald Trump untuk mengatasi defisit perdagangan. Kebijakan ini mengancam ekspor utama seperti tekstil dan kelapa sawit, yang menyumbang lebih dari 20 miliar dolar AS dalam perdagangan bilateral setiap tahun.
Romadhon Jasn, Direktur Gagasan Nusantara, menyambut baik inisiatif dari Pimpinan DPR RI Sufmi Dasco tersebut. Dalam pernyataannya pada Jumat (4/4/2025) di Jakarta, ia mengamati bahwa desakan ini mencerminkan pemikiran yang memiliki arah jelas. “Ini adalah panggilan untuk bertindak dengan cerdas dalam menjaga hubungan dagang dengan AS,” ujarnya. Ia juga mengapresiasi perhatian terhadap risiko Indonesia menjadi tempat masuknya barang dari negara lain yang kehilangan akses pasar AS.
Romadhon menyoroti bahwa peringatan ini menunjukkan pemahaman akan pentingnya melindungi industri dalam negeri. “Ada upaya nyata untuk menjaga hilirisasi yang sedang menjadi prioritas pemerintah,” katanya.
Hubungan dagang dengan AS menjadi sorotan utama, mengingat posisinya sebagai salah satu pasar terbesar bagi Indonesia.
Ia menilai, dorongan untuk bernegosiasi adalah langkah yang tepat. “Sufmi Dasco Ahmad menunjukkan kesadaran akan fakta perdagangan yang tidak bisa diabaikan,” tambahnya, merujuk pada nilai strategis ekspor yang kini terancam.
Romadhon mengamati bahwa diplomasi perdagangan membutuhkan pendekatan yang terarah dan tidak sebatas wacana. Ia memandang, gagasan ini menawarkan solusi praktis untuk menghadapi tantangan global. “Ada jejak pemikiran yang konsisten di sini, dan itu layak mendapat dukungan,” ujarnya.
Kebijakan tarif AS, yang mencakup tarif dasar 10 persen ditambah tambahan untuk Indonesia, dilihat sebagai peluang sekaligus ujian. “Kita memiliki posisi geopolitik dan sumber daya alam yang bisa menjadi daya tawar,” katanya.
Romadhon juga melihat adanya niat untuk menjaga stabilitas ekonomi dalam desakan tersebut. “Fokus pada kepentingan rakyat menunjukkan bahwa ini bukan sekadar retorika, tetapi ada tujuan konkret,” ujarnya. Menurutnya, inisiatif ini bisa menjadi fondasi penting bagi kebijakan perdagangan ke depan.
Namun, ia mengingatkan bahwa keberhasilan diplomasi bergantung pada strategi yang matang dari pemerintah. “Arahnya sudah diberikan oleh Dasco, tinggal bagaimana eksekusinya dilakukan dengan baik,” kata Romadhon.
“Bahwa inisiatif ini dapat membawa Indonesia ke posisi yang lebih kuat. Ada pandangan jauh ke depan di sini, dan itu langkah yang patut didukung. Di tengah tantangan global, diplomasi ini menjadi harapan agar Indonesia tidak hanya bertahan, tetapi juga unggul dalam kancah ekonomi dunia,” Pungkasnya