Akhir – akhir ini ada beberapa kasus yang cukup mendapat perhatian public secara nasional, berbagai pro dan kontra serta menuai pendapat public dengan berbagai tanggapan yang berbeda seperti kasus steya novanto yang begitu menyodot perhatian public karena menyeret advokat Fiedrich Yunadi yang ikut ditetapakan sebagai tersangka, kasus tersebut bergulir sampai ke meja Hijau Hingga mendapatkan vonis Pengadilan 7 tahun penjara, tak lama kemudian lagi lagi public tersentak secara nasional dibuat heboh dengan kasus yang cukup fantastis yakni kasus Djoko Tjandra Kasus skandal korupsi Bank Bali yang terjadi sejak tahun 1999 kembali diperbincangkan publik. setelah terpidana korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra, berhasil ditangkap Mabes Polri, pemeberitaan tersebut mencuat hampi setiap hari mewarani berbagai media nasional, bahakan samapai mengeser pemeberitaan Covid-19 karena kasus Djoko Tjandra pun ikut melibatkan advokat yang turut andil dalam berbagai peran.
Kesalahan besar yang dilakukan advokat Anita Kolopaking adalah Kesalahan kolopaking salah satunya karena minta kepada komjen polri untuk membuat surat diduga palsu keterangan djoko tjandra adalah konsultan di polri, hal tersebut menguatkan dugaan Mabes Polri bahwa advokat Anita Kolopaking ikut memainkan peran secara langsung sehingga Anita Kolopaking ikut ditetapkan menjadi tersangka, kejadian ini menjadi pukulan bagi advokat yang adalah penegak hukum, hal tersebut mengundang pertanyaan yang mendasar apakah benar advokat adalah penegak hukum jika merujuk pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor: 18 Tahun 2003 tentang Adovokat Pasal 5 ayat 1 Advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebes dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan.
Maka pertayaan lain pun muncul apakah advokat yang adalah penegak hukum yang mana memiliki kedudukan dalam sistem peradilan Indonesia dimana Adovokat yang sama-sama penegak hukum bersama Polisi, Jaksa dan Hakim (Catur Wangsa) baik secara yuridis atau konstitusioanal dapat ditetapkan menjadi tersangka ? jika kita memperhatikan dengan baik Pasal 16 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat yang berbunyi Advokat tidak dapat di tuntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepetingan pembelaan klien dalam sidang pengadilan hal tersebut dikuatkan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 7 / PUU-XVI/ 2018 yang disetujui kata kunci dari rumusan hak imunitas dalam ketentuan tersebut berdasarkan kepentingan pembelaan klien sebagaimana disetujui pada “iktikad baik” untuk dapat membuktikan advokat menjalankan tugas dengan iktikad baik.
Advokat sebagaimana Pasal 32 ayat 3 untuk sementara waktu tugas dan wewenang organisasi advokat sebagaimana dimaksud di dalam Undang-Undang ini, dijalankan bersama oleh Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), asosiasi Advokat Indonesia AAI, Ikatakan penasehat hukum Indonesia (IPHI) Himpunan Advokat Inonesia (HAPI), serikat Pengacara Indonesia (SPI) Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM) dan Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI) hal tersebut dikuatkan dengan pasal 33 kode etik dan ketentuan tentang dewan kehormatan profesi advokat yang telah ditetapkan oleh Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), asosiasi Advokat Indonesia AAI, Ikatakan penasehat hukum Indonesia (IPHI) Himpunan Advokat Inonesia (HAPI), serikat Pengacara Indonesia (SPI) Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM) dan Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI) pada tanggal 23 Mei 2002 dinyatakan mempunyai kekuatan hukum secara mutatis mutandis menurut Undang-undang ini sampai ada ketentuan yang baru dibuat oleh Organisasi Advokat.
Untuk itu kita berharap Dewan kehormatan Etik Advokat dapat berfungsi dan menjalankan perannya secara baik, dalam sejarah advokat kita secara nasional pernah satu kali HAPI menggagas Dewan Etik ketika bu Elsya Syarif menyuap Satfan di Apartemen Cemara untuk membela Tomy Suharto,terbukti melanggar Hukum sehingga di pidana,setelah itu tidak ada lagi Dewan Etik, melakukan pengawasan dan kerja – kerjanya advokat, seharunya Dewan Etik Kehormatan Advokat yang telah diprakarsai oleh KKAI (Komite Kerja Advokat Indonesia) psl 22 (1,3) baik tingkat DPC,DPD maupun DPP dapat menjalankan fungsinya secara baik dengan demikian advokat yang menjalakan tugas profesi seharus tidak dapat ditetapakan menjadi tersangka selama dalam bertugas mempunyai Itikad Baik sebagaimana amanat Undang-Undang.
Apa yang di maksud dengan menjalankan tugas profesi Itikad Baik adalah adalah Asas Hukum dalam hukum perdata dan hukum Internasional yang terkait dengan kejujuran, niat baik dan ketulusan hati sehingga seseorang advokat yang menjalankan tugas profesi harus Jujur adalah suatu sikap yang lurus hati menyatakan yang sebenar-benarnya tidak berbohong atau berkata hal-hal yang menyalahi fakta.
Sehingga Advokat harus lebih teliti dan hati untuk membela klien. agar tidak terjebak pelanggaran hukum itu sendir pengeritian niat baik sesuai dengan kamus besar bahasa Indonesia maksud yang baik sehingga advokat dalam mejalankan tugas harus bermasud baik jika hal tersebut dilaksakan oleh advokat yakni patuh terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku maka advokat tidak dapat di tuntut baik secara perdata maupun pidana begitu pula sebaliknya advokat yang menjalankan tugas profesi tidak beritikad baik maka tentu hak imunitas tidak dapat melindungi advokat tersebut dari proses hukum yang sedang berlangsung sehingga advokat dapat pula di tetapkan tersangka tanpa harus menunggu sidang kode etik / perilaku iternal masing-masing Organisasi Advokat sebagaimana amanat Undang-undang yang berlaku.