Kasus Novel Baswedan menjadi salah satu kasus yang sangat menyita perhatian publik. Jaksa Penuntun Umum (JPU) mendakwa dua terdakwa kasus penyerangan teror dengan air keras kepada Penyidik senior KPK yakni Novel Baswedan dituntut hukuman 1 tahun penjara. Rasa keadilan masyarakat terusik dan terang mendapat kecaman dari publik.
Dasar pertimbangan Jaksa Penuntun Umum dalam Kasus Novel Baswedan ini hanya didasarkan pada fakta persidangan bahwa kedua terdakwa tidak terbukti memiliki niat atau adanya unsur kesengajaan untuk melukai sebagaimana dalam pasal 355 KUHP dan berdasarkan fakta persidangan diketahui bahwa kedua terdakwa hanya ingin memberikan pelajaran kepada Novel Baswedan karena dianggap telah menghianati Institusi POLRI.
Dalam persidangan terungkap alasan kedua terdakwa melakukan penyiraman air keras karena merasa Novel Baswedan telah berkhiant terhadap POLRI. Jika menelisik lebih jauh sebenarnya perbuatan yang dilakukan oleh dua terdakwa itu merupakan perbuatan berencana kita bisa melihat dari petunjuk rekaman CCTV. Perbuatan tersebut sudah disiapkan secara matang.
Ada hal lain lagi yang menjadi kejanggalan di dalam proses persidangan yakni adanya alat bukti saksi yang dihilangkan dalam proses persidangan. Catatan dalam Berkas BAP nya diduga dihilangkan dan tidak diikutsertakan dalam berkas pemeriksaan persidangan oleh Jaksa. Pemeriksaan saksi korban 30 April 2020 lalu, ruang Sidang di Pengadilan dipenuhi oleh aparat kepolisian dan orang-orang yang nampaknya dikoordinir untuk menguasai ruang persidangan.
Jika kita bandingkan dengan kasus penyiraman Air keras yang dilakukan oleh seorang istri terhadap suaminya di Bengkulu yakni Rita Sonata dan Ronald suamnya pada Oktober 2018 Lalu. Terdakwa melakukan penyiraman air keras alasanya karena adanya permasalahan dalam keluarga Rita menyewa seorang preman menyiram suaminya yang lagi tertidur di rumah. Akibat dari penyiraman Air keras tersebut wajah Ronaldo cacat permanen.
Pada Mei 2019 Lalu Majelis hakim PN Bengkulu yang diketuai Hakim Immanuel, SH memberikan vonis 12 tahun penjara terhadap Rika dan 8 Tahun penjara terhadap preman yang disuruh. Perbuatan tersebut melanggar pasal 355 ayat 1 KUHP junto pasal 55 Subsidair melanggar pasal 354 ayat 1 KUHP junto pasal 55 KUHP lebih subsidair pasal 531 ayat 2 KUHP junto pasal 55 KUHP. Hakim diharapkan untuk melihat lebih kritis terhadap tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum. Hakim memiliki kebebasan memberikan putusan di luar tuntutan Jaksa Penuntun Umum jika mendasarkan pertimbanga
Peran hakim tidak hanya menjadii corong UU semata, lebih dari itu dia berperan mencari rasa keadilan masyarakat. Dia berkreasi lebih jauh untuk menggali hukumnya. Hal ini dapat menjadi batu uji melihat Tuntutan JPU di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Tuntutan JPU dinilai dari konstruksi hukum jelas sangat kabur dan sangat kontradiktif. Untuk itu, peran hakim sangat menentukan di dalam menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan keadilan. Pertimbangan putusan didasarkan pada doktrin hukum dan yurisprudensi. Penemuan hukum terhadap satu kasus menjadi keharusan bagi penegak hukum. Hal ini dilakukan untuk tercapainya cita-cita hukum yakni keadilan.
Rita Sonata dan Rinaldo ini bisa menjadi rujukan dalam memutuskan perkara Novel Baswedan. Putusan ini dapat menjadi pertimbangan dalam memutus perkara terdakwa kasus Novel Baswedan. Konsistensi putusan hakim terhadap perkara yang sama akan melahirkan keadilan bagi masyrakat.
Putusan hakim sebenarnya memiliki posisi yang sangat strategis yakni sebagai Law as a tool of social control dan sekaligus Law as a social engineering. Nah, dengan dua fungsi ini maka putusan Hakim dapat digunakan untuk menjaga ketertiban, menciptakan keadilan bagi korban, memberikan efek jera bagi pelaku dan juga masyarakat. Putusan yang adil akan mendorong terjadinya perubahan sosial. Dengan demikian Lembaga Peradilan merupakan alat dan sarana yang paling vital untuk merealisasi The Holly Mission untuk menyebarkan The sense of justice in Criminal bagi semua orang yang mendambakan keadilan.