Visioner.id Surabaya- Pelatihan Pratugas Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat (TAPM) yang dilaksanakan mulai pada tanggal 28 September – 7 Oktober 2016 yang bertempat di Kota Surabaya diikuti dua Provinsi yaitu JawaTengah dan Jawa Timur.
Peserta yang mengikuti pelatihan pratugas pendamping desa banyak 283 orang yang tersebar didua provinsi yaitu Jawa Timur dan Jawa Tengah, meraka adalah Tenaga Ahli Perndamping Desa di tingkat Kabupaten masing – masing.
Penyelenggara pelatihan ini dilaksanakan oleh Konsultan Nasional Peningkatan Kapasitas Masyarakat Desa (KN-PKMD) yang di tunjuk oleh Kemendesa PDTT. KN-PKMD sendiri telah membentuk Tim Grand Master Training berjumlah 280 personil yang terdiri dari unsur NGO, akademisi, pegiat desa, konsultan wilayah provinsi, serta konsultan nasional khusus untuk menangani penyelenggaraan pelatihan.
Dalam pelatihan pratugas ini mereka dibekali sejumlah pengetahuan terkait tupoksinya seperti, pendekatan pemberdayaan, model pendampingan dan regulasi terkait UU Desa, serta pengetahuan teknis penyelesaian masalah.
Namun pelatihan yang mengeluarkan biaya ratusan juta ini masih terlihat dalam pelaksanaannya kurang maksimal.
Ketika kami mencari informasi terkait kesiapan penyelenggaraan pelatihan yang berlangsung. Kita menemui salah satu peserta pelatihan tersebut, yakni Bapak Dwi mengatakan “panitia terkesan tidak ada persiapan untuk melaksanakan pelatihan tersebut”. Dia menjelaskan beberapa hal teknis yang menurut dia fatal seperti, hotel yang terpencar, modul pelatihan yang telat diberikan serta jadwal yang bergeser-geser dan tidak pasti.
Tenaga Ahli disalah satu Kabupaten di Jawa Timur ini juga menjelaskan bahwa pelatihan ini terkesan dipaksakan dan membuang-buang anggaran.
“Dana pelatihan yang diambilkan dari uang rakyat ini terkesan sia-sia dan tidak ada manfaatnya untuk para TenagaAhli Pendamping Desa” tegas Dwi.
Hal yang sama pun dirasakan oleh peserta dari Tenaga Ahli Pendamping Desa dari salah satu Kabupaten di Jawa Tengah, menurut dia “para pemateri dalam pelatihan tersebut tidak menguasai materi yang disampaikan” Terang bapak Yono.
“Di dalam kelas yang idealnya 25-30 0rang tetapi diisi oleh 50 orang, ini sangat tidak efektitif” tambah Yono.
Saat kami konfirmasi kepanitia terkait mengenai ketidak siapan pelaksanaan pelatihan tersebut, mereka terkesan menghindar dan menutup diri. Namun masih kita upayakan untuk menggali dan mencari informasinya sampai siang ini (4 Okt 2016)./EST