JAKARTA— Lembaga Visioner Indonesia mendesak Kejaksaan Agung untuk segera mencopot Asri Agung Putra dari jabatannya sebagai Staf Ahli Jaksa Agung. Desakan ini muncul setelah adanya dugaan penerimaan gratifikasi yang dilakukan oleh Asri Agung Putra dari sejumlah pengusaha swasta tanpa pelaporan yang sesuai prosedur.
Dalam pernyataan resminya pada Senin (9/9/2024), Akril Abdillah Sekretaris Jenderal Visioner menegaskan bahwa dugaan penerimaan fasilitas dari pihak swasta oleh Asri Agung Putra berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, khususnya terkait gratifikasi. Sebagai pejabat negara, Asri Agung Putra seharusnya melaporkan segala bentuk fasilitas atau hadiah yang diterima kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“Kami menuntut Kejaksaan Agung untuk bertindak tegas dengan segera mencopot Asri Agung Putra dari jabatannya dan melakukan penyelidikan terkait dugaan gratifikasi yang diterimanya. Hal ini penting untuk menjaga integritas institusi Kejaksaan Agung,” ujar Akril, Sekjend Visioner, dalam pernyataannya, Senin, 9/9/2024.
Akril juga menyayangkan sikap pasif Kejaksaan Agung dalam menanggapi dugaan gratifikasi ini. Menurut Akril, hingga saat ini Kejaksaan Agung belum mengambil tindakan tegas terhadap Asri Agung Putra, meskipun indikasi adanya pelanggaran etika cukup jelas.
“Kejaksaan Agung tidak boleh diam dan hanya menunggu laporan masuk. Dugaan gratifikasi yang melibatkan pejabat tinggi seperti Asri Agung Putra harus diusut secara transparan dan secepatnya. Jika tidak, hal ini akan merusak citra Kejaksaan Agung sebagai lembaga penegak hukum,” tegas Akril.
Dalam permintaan resminya, Lembaga Visioner mendesak Kejaksaan Agung untuk segera melakukan evaluasi internal terhadap seluruh pejabat yang terlibat dalam dugaan praktik gratifikasi. Selain itu, Akril juga mendorong Kejaksaan Agung bekerja sama dengan KPK untuk memastikan proses investigasi dilakukan secara objektif dan profesional.
Dugaan gratifikasi yang diterima Asri Agung Putra, menurut laporan yang diterima Lembaga Visioner, melibatkan pemberian fasilitas dari sejumlah pengusaha. Pemberian ini diduga memiliki kaitan dengan posisi strategis yang diemban Asri Agung Putra sebagai Staf Ahli Jaksa Agung. Sebagai pejabat publik, menerima fasilitas tanpa melaporkannya sesuai prosedur merupakan pelanggaran serius terhadap kode etik pejabat negara.
Gratifikasi yang tidak dilaporkan dalam waktu 30 hari sesuai ketentuan dapat dianggap sebagai tindak pidana korupsi. Hal ini merujuk pada Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang mengharuskan pejabat publik untuk melaporkan setiap bentuk penerimaan hadiah atau fasilitas yang didapatkan terkait jabatannya.
“Kami mendesak KPK untuk segera menyelidiki harta kekayaan dan dugaan penerimaan fasilitas dari pihak ketiga yang diterima oleh Asri Agung Putra. Jika terbukti, Asri Agung Putra harus dicopot dari jabatannya dan diadili sesuai dengan hukum yang berlaku,” ujar Akril.
Langkah Lembaga Visioner ini mendapat dukungan dari berbagai elemen masyarakat yang mendesak penegakan hukum lebih transparan. Banyak yang menilai bahwa tindakan tegas terhadap pejabat publik yang terlibat korupsi, termasuk gratifikasi, harus dilakukan tanpa pandang bulu.
Beberapa pengamat hukum juga menyarankan agar Kejaksaan Agung bersikap lebih proaktif dalam menindak dugaan pelanggaran yang melibatkan pejabatnya sendiri. “Jika lembaga penegak hukum seperti Kejaksaan Agung tidak segera menindaklanjuti dugaan gratifikasi ini, kepercayaan publik terhadap institusi ini akan semakin terkikis,” kata,” Kata Muldiansyah Pengamat Hukum Anti KKN.
Lembaga Indonesia Visioner juga berkomitmen untuk terus mengawal kasus ini hingga ada tindakan nyata dari Kejaksaan Agung dan KPK. Mereka berharap agar kasus ini menjadi pembelajaran penting bahwa penegakan hukum di Indonesia harus dijalankan dengan transparansi, integritas, dan akuntabilitas penuh.