
JAKARTA — Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil mencapai kesepakatan penting dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) yang memungkinkan ribuan kontainer udang asal Indonesia tetap dapat masuk ke pasar Amerika Serikat. Langkah ini mengakhiri kekhawatiran para eksportir dan nelayan tambak yang sempat cemas dengan kebijakan baru impor AS yang disebut Import Alert (IA) #99-52, yang berlaku mulai 31 Oktober 2025.
Kepala Badan Pengendalian dan Pengawasan Mutu Hasil Kelautan dan Perikanan, Ishartini, menjelaskan bahwa keputusan ini diambil setelah melalui proses diplomasi teknis yang cukup panjang. “Mereka memberikan dispensasi atas ribuan kontainer udang Indonesia yang sedang dalam perjalanan dan akan tiba di AS setelah tanggal 31 Oktober 2025,” katanya di Jakarta, Minggu (19/10).
Kesepakatan itu tercapai pada 18 Oktober waktu setempat, setelah perundingan intensif antara KKP dan pejabat tinggi FDA. Import Alert yang baru semula dikhawatirkan akan menunda masuknya ribuan kontainer udang Indonesia ke AS karena aturan mutu dan jejak asal produk yang lebih ketat. Namun, dispensasi khusus diberikan karena pemerintah Indonesia mampu menunjukkan kesesuaian standar pengawasan mutu hasil perikanan dengan standar internasional.
Dengan kesepakatan ini, ribuan pelaku usaha udang—mulai dari petambak hingga eksportir besar—dapat kembali bernapas lega. Nilai ekspor yang terancam tertahan diperkirakan mencapai ratusan juta dolar AS. Selain itu, ribuan pekerja di rantai pasok industri perikanan dapat mempertahankan aktivitas produksinya tanpa gangguan. Langkah ini menjadi bukti bahwa diplomasi teknis dapat berjalan sejajar dengan kepentingan nasional tanpa harus menimbulkan gesekan politik.
Menurut Direktur Eksekutif Gagas Nusantara, Romadhon Jasn, keberhasilan ini memperlihatkan kemampuan diplomasi Indonesia yang mengutamakan akal sehat dan ketenangan dalam menghadapi tekanan internasional. “Ini bukan hanya soal perdagangan, tapi soal kepercayaan dunia terhadap mutu dan profesionalitas kita,” ujarnya Senin (20/10).
KKP melalui Badan Pengendalian dan Pengawasan Mutu kini tengah memperkuat sistem pelacakan atau traceability dan laboratorium uji mutu untuk menjaga kualitas ekspor perikanan. Pemerintah menargetkan seluruh eksportir udang memiliki sistem sertifikasi mutu berbasis digital pada 2026. Langkah ini diharapkan dapat memperkuat daya saing produk perikanan Indonesia di pasar global yang semakin ketat.
Dari sisi diplomasi ekonomi, keberhasilan ini juga memperlihatkan arah baru kebijakan laut Indonesia yang lebih tenang tapi efektif. Pendekatan berbasis sains dan mutu produk dinilai lebih mampu membuka pintu perdagangan global dibanding diplomasi yang retoris. “Kita sedang menyaksikan fase baru, di mana laut dan diplomasi teknis menjadi instrumen kedaulatan ekonomi,” kata Romadhon Jasn.
Sementara itu, KKP menegaskan akan tetap mematuhi seluruh ketentuan FDA dan meningkatkan pengawasan terhadap tambak-tambak rakyat. Pemerintah juga mengimbau agar eksportir menjaga standar produksi dan sanitasi agar tidak ada pelanggaran yang dapat merugikan kredibilitas nasional. Upaya penguatan ini dinilai penting agar keberhasilan diplomasi tidak berhenti hanya sebagai dispensasi, tetapi menjadi langkah menuju sistem ekspor yang berkelanjutan.
Keberhasilan ini juga menjadi contoh bahwa diplomasi ekonomi tidak harus dilakukan di forum besar atau konferensi internasional. Perundingan teknis di balik meja justru membuahkan hasil nyata bagi rakyat. “KKP sudah menunjukkan bahwa diplomasi yang sunyi bisa berdampak besar bagi ekonomi pesisir dan kesejahteraan nelayan,” ujar Romadhon Jasn di Jakarta.
Dengan tercapainya kesepakatan tersebut, Indonesia mempertegas posisinya sebagai salah satu pemasok utama udang dunia. Pemerintah kini diharapkan menjaga momentum ini dengan memperkuat sinergi antara regulator, pelaku usaha, dan masyarakat pesisir. Diplomasi laut yang tenang telah membuka pintu besar bagi ekspor, dan dari situ, harapan ekonomi biru Indonesia semakin nyata, tutup Romadhon Jasn.